Senin, 19 Oktober 2009

infertilitas pada pria


Proses reproduksi manusia melibatkan dua hal utama yaitu ovum dari wanita dan spermatozoa dari laki-laki, di mana keduanya harus bertemu untuk terjadinya pembuahan. Bila terdapat gangguan yang menghambat pertumbuhan masing-masing ovum dan sperma ataupun terjadi hambatan pertemuan keduanya maka pembuahan tidak akan terjadi.

Pasangan suami istri dikatakan infertil apabila telah menikah paling sedikit satu tahun, dengan frekuensi hubungan kelamin yang teratur dan tanpa alat/metode kontrasepsi tetapi belum menghasilkan kehamilan pada istri. Dalam kaitannya dengan urologi maka dalam tulisan ini lebih banyak dibahas infertilitas dengan sebab pada laki-laki.

Fertilitas pada laki-laki memerlukan 3 hal yaitu :

1. Proses spermatogenesis yang normal pada testis

2. Transpor spermatozoa dari testis melalui epididimis, vas deferens dan akhirnya keluar melalui urethra

3. Deposisi sperma dalam forniks vagina

Kesuburan puncak rata-rata wanita dan pria adalah usia 24 tahun, setelah itu, tingkat kesuburan menurun seiring bertambahnya usia baik pria maupun wanita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status kesuburan pasangan selama 1 tahun diketahui bahwa sekitar 15% pasangan tidak terjadi pembuahan. Sekitar 20% kasus infertilitas disebabkan oleh factor pria dan sekitar 30-40% terjadi karena keduanya. Meskipun demikian, saat ini kasus infertilitas yang disebabkan oleh factor pria meningkat hampir separuh dari penyebab ketidaksuburan pasangan. Pada pasangan infertile, tanpa pnegobatan konsepsi dapat terjadi sekitar 25-35%. Selama 2 tahun pertama sekitar 23% dan sekitar 10% memerlukan waktu lebih dari 2 tahun.(campbell)

Sebelum memahami infertilitas pada laki-laki, akan dikemukakan secara singkat anatomi fisiologi organ genital laki-laki.

ANATOMI

Testis

Terdapat sepasang testis masing-masing berbentuk bulat telur dengan ukuran panjang ± 4-5 cm, lebar 3 cm dan tebal 2 cm. Terletak dalam rongga skrotum dengan posisi sumbu memanjang adalah vertikal. Testis dibungkus oleh jaringan fibrous yang disebut tunika albuginea. Pada potongan longitudinal tampak testis terbagi oleh jaringan fibrous menjadi kira-kira 250 lobulus. Tiap lobulus mengandung 1-3 tubulus seminiferus, keseluruhan tubulus seminiferus akan bersatu pada hilus testis membentuk bangunan seperti jaring, disebut rete testis. Pada tubulus seminiferus terdapat lapisan sel tebal (pada bagian basis) yang mengandung sel germinal sebagai bakal spermatozoa dan di antaranya terdapat sel penunjang (sel Sertoli) dan juga sel berbentuk triangular yaitu sel Leydig.

Epididimis

Berbentuk huruf C dan menempati margo posterolateral testis. Terdiri atas tiga bagian yaitu kaput, korpus dan kauda. Duktuli efferentes testis yang mula-mula lurus kemudian kemudian berkelok-kelok waktu memasuki epididimis duktuli ini membentuk bangunan seperti baji di mana apeksnya menghadap testis sedangkan basisnya menghadap kaput epididimis bangunan baji ini disebut lobuli epididimis. Beberapa tubuli eferentes testis membentuk satu saluran disebut duktus epididimis yang jalannya sangat berkelok-kelok dan membentuk sebagian besar epididimis.

Vas deferens

Vas deferens adalah lanjutan dari duktus epididimis. Mula-mula sangat berkelok-kelok tetapi setelah asenderen pada sisi medial korpus epididimis terlihat lurus. Mulai dari bagian lurus ini dia dibungkus oleh plekus venosus dari v. spermatika interna yang disebut pleksus pampininiformis.

Vesikula seminalis

Vesikula seminalis terletak pada bagian posterior basis buli-buli. Sekret dari vesikula seminalis diekskresikan lewat duktus ekskretorius yang akan bergabung pada duktus ejakulatorius.


Gambar 1. Sistem reproduksi pria

FISIOLOGI

Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses pertumbuhan dan pematangan sperma, yang mulai dari tubulus seminiferus testis.. Proses spermatogenesis mulai terjadi pada umur rata-rata 13 tahun dan berlangsung seumur hidup. Hal ini membutuhkan waktu kira-kira 74 hari dan sangat peka terhadap temperatur (temperatur normal intra scrotal kira-kira 2 derajat lebih rendah dari pada intra abdominal).

Dalam tubulus seminiferus terdapat sel germinal dan sel penunjang (sel Sertoli). Sel germinal dengan proses mitosis membelah pelan-pelan menjadi sel stem primitif, kemudian secara cepat melakukan proliferasi menjadi spermatogonia. Spermatogonia ini bergerak menjauhi membrana basalis , secara nyata membesar dalam ukurannya dan disebut spermatosit primer. Spermatosit primer akan membelah secara meiosis membentuk dua spermatosit sekunder dan akan menjadi spermatid. Spermatid sebagian siptoplasmanya akan menghilang dan mulai berubah bentuk menjadi memanjang akhirnnya menjadi spermatozoa. Perubahan menjadi spermatozoa membutuhkan waktu beberapa minggu dan tidak mengalami pembelahan melainkan hanya mengalami maturasi.

Transportasi spermatozoa

Setelah pemanjangan spermatid sempurna, sitoplasma di sekitarnya mengalami retraksi dan spermatid dilepas ke dalam lumen tubulus seminiferus, dilingkupi cairan dalam lumen. Pergerakan spermatozoa dari testis ke epididimis disebabkan oleh empat faktor :

1. Tekanan cairan dalam tubulus seminiferus

2. Kontraksi mioepitel tubuli semiferus

3. Kontraksi tunika albugenia testis

4. Gerakan silia dan kontraksi duktus afferen

Spermatozoa masuk dalam epididimis dalam keadaan imatur. Selama melalui epididimis selama kira-kira 12 hari spermatozoa mengalami proses pematangan, antara lain dalam kemampuan untuk berenang sendiri dan proses fertilisasi. Proses maturasi spermatid menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis dan sangat tergantung pada adanya stimulasi testosteron yang dihasilkan oleh testis. Kejadian lain yang terjadi saat melalui epididimis adalah peningkatan konsentrasi sperma dengan terjadinya absorbsi cairan lumen.

Gambar 2. Spermatogenesis

Spermatozoa

Spermatozoa terdiri dari bagian kepala, leher, badan dan ekor. Di bagian kepala terdapat struktur yang disebut akrosom yang mengandung hialuronidase dan protease, unsure penting untuk penetrasi sperma ke dalam ovum. Pada leher terdapat sentriol dan pada badannya terdapat mitokondria terdapat berbentuk spiral. Ekor spermatozoa mengandung banyak ATP yang memberi energi untuk pergerakannya. Spermatozoa cenderung bergerak lurus dengan kecepatan 20 cm/ jam.

Gambar 3. Spermatozoa

Semen

Cairan yang dikeluarkan saat ejakulasi disebut semen, yang mengandung spermatozoa dan cairan yang disekresikan oleh vesikula seminalis, prostat dan kelenjar Cowper. Volume rata-rata per ejakulasi kira-kira 2,5 - 3 ml dengan konsentrasi normal sperma > 20 juta / ml semen.

Sifat fisik dan komposisi semen adalah sebagai berikut :

- Warna : putih keabu-abuan

- Berat jenis : 1,028

- pH : 7,35 - 7,50

- Jumlah spermatozoa : > 20 juta / ml

Komponen lainnya :

- Dari vesikula seminalis (60% dari volume) : fruktosa, fosforilkolin, ergotionin, asam askorbat, flavin dan prostaglandin

- Dari prostat (20% dari volume) : spermin, asam sitrat, kolesterol, fosfolipid, fibrinolisin, fibrinogenase, Zn, fosfatase asam

- Buffer fosfat dan bikarbonat

- Hialuronidase

- Kontrol hormonal pada fungsi reproduksi laki-laki

Fungsi reproduksi laki-laki dipengaruhi oleh beberapa hormon, di antaranya adalah :

- Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dari hipotalamus yang menstimulasi Folicle Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH) dari hipofisis anterior.

- FSH dan LH menstimulasi gonad, yang pada akhirnya memproduksi sperma dan testosteron.

- Testosteron sendiri mempengaruhi sistem reproduksi dan jaringan lainnya.

Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis

Sel-sel hipotalamus memproduksi GnRH dan dialirkan ke dalam pembuluh darah hipotalamus-hipofisis. Pada laki-laki normal disekresi GnRH/1,5 jam secara ritmik. GnRH ini secara periodik merangsang kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan LH. Dengan demikian konsentrasi hormon tersebut dalam plasma secara periodik berubah cepat meningkat selama perangsangan dan diikuti penurunan lambat dalam 90 menit berikutnya. FSH berpengaruh pada sel Sertoli dalam tubulus seminiferus dalam proses spermatogenesis. Sedangkan LH berpengaruh pada sel interstisial menstimulasi sekresi testosteron. Terdapat mekanisme feed back negatif pada poros hipotalamus-hipofisis-gonad yang mengatur fungsi reproduksi laki-laki. Mekanisme feed back negatif diketahui dengan adanya penurunan sekresi FSH dan LH apabila terdapat kenaikan testosteron. Testosteron memberi efek inhibisi yang nyata terhadap LH dan hanya sedikit memberi efek inhibisi pada FSH. Efek inhibisi testosteron terhadap FSH dan LH dapat terjadi :

- Secara tidak langsung dengan mempengaruhi hipotalamus sehinggga terjadi penurunan frekwensi sekresi GnRH yang kemudian berpengaruh pada hipofisis.

- Secara langsung dengan mempengaruhi pars anterior hipofisis, sehingga terjadi penurunan sekresi hormon FSH dan LH

Gambar 4. Aksis hipotalamus-hipofisis-testis

Terdapat pula mekanisme inhibisi dari testis terhadap sekresi FSH yaitu adanya hormon yang diproduksi oleh sel Sertoli yaitu inhibin. Dengan adanya mekanisme yang kompleks tersebut maka konsentrasi GnRH, FSH, LH dan testosteron mempunyai kadar yang relatif konstan setiap hari pada laki-laki dewasa. Walaupun demikian suatu keadaan di mana kadar semua hormon tersebut tidak dapat berubah bukanlah sesuatu yang mutlak karena sel-sel yang memproduksi GnRH pada hipotalamus menerima banyak input sinap baik yang bersifat menghambat maupun membangkitkan. Input tersebut dapat menyebabkan perubahan pada produksi GnRH yang pada akhirnya berpengaruh pada produksi FSH, LH dan testosteron.

INFERTILITAS PADA LAKI-LAKI

Penyebab infertilitas pada laki-laki jumlahnya banyak, tetapi dapat dikelompokkan secara sistematis sebagai berikut :

1. Kelainan pre testikuler

a. Kelainan hipotalamus

Defisiensi gonadotropin (Sindroma Kallmann)

Defisiensi LH (Fertile Eunuch)

Defisiensi FSH

Sindroma Hipogonadotropik congenital

b. Kelainan hipofisis

Insufisiensi hipofisis (Tumor, proses infiltrasi, operasi dan radiasi)

Hiperprolaktinemia

Hemokromatosis

Hormon hormon eksogen (Peningkatan estrogen androgen, peningkatan glukokortikoid, hiper dan hipotiroid)

2. Kelainan testikuler

Anomali kromosom (Sindroma Klinefelter, Sindroma XYY)

Sindroma Noonan ( Sindroma Male Turner)

Miotonik Distrofi

Bilateral Anorchia

Sindroma Sel Sertoli ( Aplasia sel germinal)

Gonadotoksin (obat/radiasi)

Orchitis

Trauma

Penyakit sisitemik (gagal ginjal, penyakit hepar, anemia sel sabit)

Kekurangan sintesa dan kerja androgen

Kriptorkidismus

Varikokel

3. Kelainan post testikuler

Gangguan transportasi sperma :

Kongenital

Didapat

Fungsional

Gangguan motilitas dan fungsi sperma

Defek pada ekor sperma

Defek maturasi

Gangguan imunologi

Disfungsi seksual

Infeksi

PEMERIKSAAN INFERTILITAS

Penyebab keadaan infertilitas dapat ditemukan pada suami, istri maupun keduanya. Penanganan infertilitas memerlukan pemeriksaan pada ke dua belah pihak. Dengan anamnesis diusahakan untuk mendapatkan informasi tentang riwayat perkawinan dan riwayat penyakit yang pernah dialami.

Riwayat Perkawinan :

- Lamanya perkawinan

- Kehamilan / perkawinan yang terdahulu

- Penggunaan kontrasepsi

- Frekuensi koitus

- Sifat-sifat hubungan seksual : ereksi, penetrasi, ejakulasi dan orgasme

Riwayat penyakit :

- Parotitis

- Penyakit kelamin

- Trauma

- Kriptorkhismus

- Operasi : hernia, hidrokel, varikokel

- Radiasi

Pemeriksaan yang dilakukan pada istri

Faktor istri mempunyai peranan besar dalam terjadinya kasus infertilitas. Kelainan pada tuba Fallopii didapatkan pada 30-40 % kasus infertilitas. Keadaan patologi lain yang juga sering didapatkan pada kasus infertilitas adalah endometriosis dan perlekatan pada organ pelvis. Pemeriksaan infertilitas pada istri dilakukan dengan :

  1. Pemeriksaan ovulasi

Hal ini dilakukan dengan memeriksa teratur tidaknya siklus menstruasi, mengukur suhu basal tubuh. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memeriksa kadar LH urin, kadar progesteron pada pertengahan siklus dan biopsi endometrium. Dapat juga dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk menilai perkembangan folikel di ovarium.

  1. Pemeriksaan Tuba Fallopii

Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan histerosalfingografi. Dari histerosalpingogram kita dapat melihat patensi dari tuba Fallopii dan juga keadaan kavum uteri. Apabila dicurigai terdapat kelainan pada kavum pelvis dapat dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk melihat adanya endometriosis, perlekatan organ pelvis ataupun mioma uteri.

Pemeriksaan yang dilakukan pada suami

Selain dari anamnesis untuk menggali riwayat penyakit penderita, pemeriksaan fisik harus dilakukan secara teliti untuk mencari faktor-faktor penyebab infertilitas.

1. Pemeriksaan fisik :

- Bentuk tubuh harus diperhatikan, apakah ada yang berbungan dengan kelainan endokrin ataupun kromosom, misalnya sindroma Cushing dan sindroma Klinefelter.

- Distribusi rambut

- Ginekomastia

- Sindroma Kartagener

2. Pemeriksaan genitalia :

- Testis : jumlah, besarnya, konsistensi dan lokalisasinya

- Epididimis dan funikulus spermatikus

- Adanya varikokel, hidrokel dan spermatokel

- Penis : adanya fimosis, hipospadia dan epispadia

- Prostat dan vesikula seminalis : besar, konsistensi dan adakah nodul pada permukaannya

3. Pemeriksaan laboratorium :

- Urinalisa : Urinalisa adalah suatu pemeriksaan yang sederhana dan informatif yang dapat dilakukan sebagai bagian dari kunjungan awal. Dalam pemeriksaan tersebut kemungkinan dapat ditemukan infeksi, hematuria, glukosuria ataupun penyakit ginjal yang dapat menjadi petunjuk adanya kelainan pada traktus urogenital.

- Analisa semen

- Pemeriksaan kadar hormon

- Luteinizing hormone (LH)

- Follicle Stmulating Hormon (FSH)

- Prolaktin

- Testosteron

- 17 Ketosteroid

4. Pemeriksaan penyakit kelamin :

  1. Bakteriologis dan Serologis

Beberapa pemeriksaan tambahan dapat pula dilakukan bila pemeriksaan awal gagal untuk menegakkan diagnosis. Dan sebagai pedoman agar pemeriksaan ini tidak memberatkan penderita maka pemeriksaan hanya dilakukan apabila hasilnya mempengaruhi pengelolaan penderita.

Pemeriksaan tersebut antara lain :

1. Analisa lekosit semen

Pemeriksaan lekosit pada semen dilakukan untuk mengetahui adanya piospermia (terdapatnya > 1 juta lekosit/ml). Prevalensi terjadinya piospermia pada laki-laki infertil antara 2,8-23 %.

2. Hypoosmotic swelling test, diindikasikan pada kasus tidak terdapatnya motilitas spermatozoa

3. Sperm penetration assay, mengetahui kemampuan fertilisasi spermatozoa dengan mencobanya pada telur hamster.

Pemeriksaan interaksi spermatozoa dengan lendir serviks

1. Pemeriksaan kromosom

2. Ultrasonografi skrotum

3. Antibodi antisperma

Fertilitas dapat terganggu dengan adanya antibodi anti sperma yang bisa ditemukan pada suami maupun istri. Antibodi antisperma dianjurkan untuk diperiksa pada penderita yang mempunyai riwayat aglutinasi spermatozoa, gangguan motilitas spermatozoa, hasil uji pasca senggama yang abnormal dan pasangan dengan penyebab infertilitas yang tidak jelas.

Biopsi Testis

Indikasi untuk dilakukan biopsi testis adalah keadaan azoospermia. Pada keadaan testis yang simetris biopsi dilakukan pada satu testis saja, sedangkan apabila terdapat testis yang asimetris maka biopsi dilakukan pada keduanya.

Analisis Semen

Analisa semen dilakukan untuk mendapatkan informasi awal tentang produksi spermatozoa, kelainan hormon dan patensi alat reproduksi. Hasil abnormal dari analisa semen berhubungan dengan penurunan fertilitas. Hasil analisa semen tidak dapat digunakan untuk menggolongkan penderita dalam golongan fertil atau steril kecuali pada keadaan azoospermia. Dari beberapa aspek yang diperiksa pada analisa semen jumlah sperma dan motilitasnya nampaknya berhubungan erat dengan fertilitas individu.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam analisa semen adalah :

1. Cara mendapatkan sampel :

- Disarankan abstinensia selama 2-3 hari

- Didapatkan dengan cara masturbasi/koitus interuptus

- Diperiksa dalam waktu satu jam

- tempat penampung semen menggunakan botol bermulut lebar

2. Sifat fisik dan variabel yang dapat dihitung :

- Warna semen normal adalah putih agak keruh

- Volume diukur dengan gelas ukur normal ± 2-6 ml, rata-rata 2-3,5 ml

- Aspermia bila tidak keluar semen pada waktu ejakulasi

- Hipospermia bila volume <>

- Hiperspermia bila volume > 6 ml

- Bau : Baunya khas disebabkan oleh proses oksidasi dari spermia yang diproduksi oleh prostat. Dapat pula berbau busuk bila ada infeksi.

- pH : pH diukur dengan kertas lakmus segera setelah likuefaksi, normal antara 7,2-7,5

- Viskositas : Viskositas semen diukur setelah terjadi likuefaksi, pengukuran dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan pipet Pasteur atau pipet Elliason

- Jumlah spermatozoa per ml : Konsentrasi normal spermatozoa adalah > 20 juta / ml, apabila konsentrasinya <>

- Jumlah spermatozoa yang motil tiap ml : Dihitung jumlah spermatozoa seluruhnya kemudian dikurangi jumlah spermatozoa yang mati .

- Motilitas spermatozoa : Normal bila didapatkan >25% spermatozoa bergerak dengan baik dan aktif

- Kecepatan : Dihitung kecepatan spermatozoa untuk menempuh jarak 1/20 mm, normal waktu yang dibutuhkan 1-1,4 detik

- Morfologi : Apabila >50% spermatozoa mempunyai bentuk normal, maka dikatakan morfologinya dalam batas normal

- Lekosit , Dalam keadaan normal jumlah lekosit tidak lebih dari 1 juta/ml

- Computer Assisted Semen Analysis (CASA): Adalah pemeriksaan analisa semen dengan bantuan komputer untuk mengurangi faktor subyektif dalam pemeriksaan semen manual. Yang dapat diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah konsentrasi, motilitas, kecepatan dan morfologi spermatozoa tetapi pemeriksaan ini tidak selalu lebih akurat dibanding pemeriksaan manual.

PENANGANAN INFERTILITAS PADA PRIA

Keadan infertilitas pada pria ditangani sesuai dengan keadaan patologis yang mendasarinya. Secara umum penanganan penyebab infertlitas pada pria ditangani dengan cara pembedahan dan tanpa pembedahan.

1. Penanganan dengan pembedahan

Penanganan kasus-kasus urologi penyebab infertilitas semakin maju dengan berkembangnya teknologi bedah mikro. Perkembangan tersebut terjadi dalam hal pembesaran optik, tersedianya marterial untuk operasi seperti jarum mikro dan benang mikro serta terciptanya alat-alat berukuran kecil untuk bedah mikro.

Adapun kasus-kasus yang dapat ditangani dengan cara pembedahan adalah :

a. Varikokel

Gambar 5. embolisasi varikokel

b. Obstruksi duktus ejakulatorius, operasi dilakukan dengan cara Trans Urethral Resection of Ejaculatory Duct

c. Trauma medulla spinalis, dilakukan pemasangan probe electro ejaculation pada daerah rektum untuk menginduksi terjadinya ejakulasi.

d. Agenesis vas deferens, dilakukan pengambilan spermatozoa secara langsung, dapat dilakukan secara vasal aspiration, epididymal sperm aspiration dan testis sperm retrieval

  1. Andesensus testikulorum, dilakukan operasi orchydopexy untuk menurunkan testis ke dalam skrotum

2. Penanganan tanpa pembedahan

Kasus-kasus penyebab infertilitas yang dapat ditangani tanpa pembedahan adalah:

- Piospermia, biasanya dihubungkan dengan adanya infeksi genital subklinis dan ditangani dengan pemberian antibiotika Doksisiklin serta frequent ejaculation. Penanganan dengan cara di atas memberikan hasil yang baik.

- Infertilitas yang disebabkan faktor imunologi, antibodi antisperma merupakan masalah yang kompleks. Pilihan terapi untuk keadaan ini adalah dengan terapi supresi steroid dan fertilisasi in vitro.

- Hiperprolaktinemi, apabila didapatkan tumor yang memproduksi prolaktin maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumornya tetapi apabila tidak didapatkan tumor diberi bromokriptin 5-10 mg / hari untuk mengembalikan keseimbangan hormon LH dan FSH.

- Hipotiroid dan hipertiroid, kedua keadaan tersebut dapat mengganggu spermatogenesis. Ditangani dengan cara memberi hormon tiroid atau menghilangkan penyebab hipertiroid dan memberi obat anti tiroid.

- Sindroma Kallman, kelainan pada hipotalamus yang menyebabkan GnRH tidak didapatkan ditangani dengan pemberian hCG 1000-2000 U, 3 kali seminggu dan human Menopausal Gonadotropin (hMG) 75 U, 2 kali seminggu untuk mengganti LH dan FSH.

Infertilitas dan Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan salah satu penyebab infertilitas pria. Hal baru dalam infertilitas pria yaitu reaxtive oxygen species (ROS), yang merupakan molekul yang terdapat di hampir seluruh cairan tubuh, seperti juga pada cairan seminal dan sel sperma. Dalam jumlah yang seimbang, ROS dapat membantu mempersiapkan sperma dalam proeses pembuahan. Meskipun demikian, dalam jumlah yang berlebihan ROS membahayakan sel sperma tersebut. Oleh karena membran sel sperma mengandung asam lemak tak jenuh rantai ganda, membuat sel sperma sangat sensitif terhadap kerusakan yang diakibatkan ROS. Penelitian terbaru menunjukkan peningkatan molekul ROS pada cairan semen pria infertil. Beberapa bahan dapat digunakan membantu untuk detoksifikasi ROS tersebut. Bahan yang paling efektif sebagai antioksidan adalah vitamin E ( diberikan 400 IU dua kali per hari). Verma and Kanwar (1999) melaporkan bahwa antioksidan seperti vitamin E dapat memperbaiki morfologi sel sperma yang abnormal dan motilitas sperma yang rendah, karena vitamin E dapat mencegah peningkatan produksi molondialdehide (MDA).